Kutai Timur – Salah satu aktivis mahasiswa asal Kutai Timur (Kutim) menekan Pemerintah Kabupaten Kutim agar lebih serius dalam meminimalisir kasus pelecehan seksual yang belakangan ini marak terjadi.
Ketua Bidang Pengembangan Potensi Perempuan Himpunan Pelajar Mahasiswa Kutim (Hipma Kutim) Cabang Samarinda, Sintiya, menegaskan bahaya kasus pelecehan seksual yang banyak menimpa perempuan dan anak di daerah tersebut.
“Dari laporan yang ada, banyak sekali kasus pelecehan di daerah pedalaman. Korbannya kebanyakan perempuan dan anak-anak,” ujar Sintiya saat dihubungi di Sangatta, Jumat (22/8).
Ia menekankan pentingnya sosialisasi pencegahan pelecehan seksual untuk menekan angka kasus yang terus meningkat di Kutim. Menurutnya, pemerintah berperan besar dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bentuk, dampak, serta cara mencegah pelecehan seksual.
Berdasarkan data yang diterima, sejak Januari hingga Juli 2025 tercatat 11 kasus kekerasan dan pelecehan seksual. Dari jumlah tersebut, tujuh kasus di antaranya adalah pencabulan serta persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
Bahkan, dalam sepekan terakhir, media mendapatkan laporan adanya tiga kasus dugaan pelecehan seksual di Kecamatan Sangkulirang, Kaubun, dan Sangatta Utara.
Sintiya yang juga mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda itu menilai Pemkab Kutim harus segera menyusun strategi konkret pencegahan, agar tercipta lingkungan yang aman dan melindungi perempuan maupun anak.
“Peningkatan kasus kekerasan dan pelecehan seksual bukan hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga banyak ditemukan di wilayah pedalaman,” jelasnya.
Ia menambahkan, program sosialisasi seharusnya tidak hanya terpusat di Sangatta. Wilayah pedalaman yang minim informasi dan pengetahuan justru lebih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.
“Pelecehan berdampak sangat parah, bahkan bisa merusak masa depan para perempuan di Kutai Timur,” tegasnya.
Karena itu, Sintiya mendorong agar seluruh pemangku kebijakan, mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, hingga pemerintah desa, bersinergi dalam upaya pencegahan.
“Kutai Timur harus menjadi ruang aman bagi perempuan dan anak. Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama mewujudkan hal tersebut,” pungkasnya.