Kutai Timur – Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Kutai Timur (Kutim) bersama pemerintah daerah berkomitmen berkolaborasi mewujudkan pertanian modern demi memperkuat ketahanan pangan di daerah.
Upaya ini menjadi bagian penting dalam mendorong Kutim menuju kemandirian pangan yang berbasis pada sumber daya manusia (SDM) unggul dan pemanfaatan teknologi.
Ketua STIPER Kutim, Dr. Ismail Fahmi Almadi, S.Pi., MP menegaskan bahwa generasi muda di Kutim telah menunjukkan semangat untuk terlibat aktif dalam pembangunan sektor pertanian yang lebih maju. Ia menilai keterlibatan pemuda menjadi modal besar untuk mengembangkan pertanian berbasis teknologi.
“Pemudanya siap. Sekarang masih dalam tahap perencanaan. Mudah-mudahan dengan hadirnya legislatif dan Dinas Pertanian, ke depan bisa berkolaborasi,” ucapnya, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, STIPER sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki peran strategis dalam menyiapkan SDM berkualitas. Melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, kampus akan berupaya mencetak lulusan yang tidak hanya cerdas secara teori, tetapi juga terampil di lapangan.
“Kami siap membantu menjadikan Kutim sebagai daerah hebat dengan ketahanan pangan yang kuat. Sumber daya manusia juga harus berjalan selaras. Bukan hanya pintar secara teori, tapi juga punya keterampilan,” tegasnya.
Ia menambahkan, keberhasilan program pertanian modern tidak akan tercapai tanpa adanya kolaborasi lintas sektor. Dunia pendidikan, pemerintah, hingga masyarakat harus bergerak bersama agar potensi besar lahan pertanian di Kutim benar-benar termanfaatkan dengan baik.
Sejalan dengan itu, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kutim, Wahyudi Noor menyebutkan pemerintah daerah turut serius mendorong pengembangan pertanian. Salah satunya dengan pemetaan lahan dan program prioritas bupati.
“Lahan pertanian untuk padi sawah berdasarkan LP2B itu sekitar 2.600 hektar. Namun itu akan terus dikembangkan sesuai dengan program 50 unggulan bupati, tentu saja 10.000 hektar. Tapi itu bukan sawah semua. Itu pertanian dalam arti luas. Target kita adalah 20.000 hektar nantinya,” ungkapnya.
Meski demikian, Wahyudi menekankan bahwa sebelum melangkah jauh, ada sejumlah persoalan mendasar yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Antara lain ketersediaan lahan yang clean and clear, kesiapan SDM petani, hingga penguatan konsep pertanian modern.
“Petani modern itu bukan hanya cara bertaninya. Tapi juga sampai ke pengolahan pasca panen, sampai ke pemasarannya harus modern,” jelasnya.
Saat ini, beberapa teknologi pertanian sudah mulai diperkenalkan di Kutim. Mulai dari penerapan internet of things (IoT), penggunaan peralatan yang sesuai dengan karakteristik lahan, hingga pemakaian drone untuk penyiraman tanaman.
Tak hanya dalam proses tanam, Wahyudi menambahkan penguatan pasca panen juga penting. Packaging yang baik, kualitas produk yang terjaga, hingga sistem pemasaran berbasis online menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pertanian modern.
“Pasca panennya nanti kita juga harus bisa memulai packaging yang bagus, kualitas produk yang terjaga, sampai dengan pemasaran yang sudah mulai online,” tambahnya.
Menurutnya, kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan legislatif akan menjadi faktor penentu keberhasilan. Dengan sinergi tersebut, target pertanian modern di Kutim akan lebih cepat terwujud.(Ciaa/*)